Selasa, 12 Agustus 2008

definisi ilmu dloruri dan ilmu muhtasab

ILMU DLORURI


yaitu: ilmu yang masih bisa berubah hukumnya

asal kata: dlorro-yudlorru-dloriiron يضر

contoh kasus: babi haram, tetapi bisa menjadi hala bila dalam keadaan dlorurot.

dalil Naqli: Al Maidah 3

3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

[394]. Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145.

[395]. Maksudnya ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.

[396]. Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. Orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. Setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi.

[397]. Yang dimaksud dengan hari ialah: masa, yaitu: masa haji wada', haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w.

[398]. Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa.


ILMU MUHTASAB


yaitu: ilmu yang sudah baku hukumnya

asal kata: hasaba

contoh kasus: qishaas

Jumat, 08 Agustus 2008

ilmu dloruri

Hukum artinya adalah Sekumpulan Peraturan yang menetapkan suatu Perbuatan. Dan melarang suatu Perbuatan. Sebab apabila terlanggar salah satu dari Hukum Peraturan tersebut. Maka akan dikenakan Sanksi, atau diambil tindakan oleh Undang-undang yang termaktub atau tertera dan tercatat di dalam peraturan itu sendiri.
Hukum yang kita bicarakan ini. Terbagi atas tiga :
1. Hukum Syara’ (Syari’at / Fiqih) :
Perintah dan larangan Allah SWT.
2. Hukum ‘Adi (Adat) :
Yang berkaitan dengan kebiasaan Manusia.
3. Hukum ‘Akal :
Yang berkaitan dengan Akal cemerlang Manusia.

1. HUKUM SYARA’
Hukum di dalam Islam bidangnya lebih lengkap dan luas. Kelengkapan ini timbul oleh karena Agama Islam tidak dirakit oleh Manusia. Dan tidak dipengaruhi oleh perbuatan Manusia. Sehingga tidak ada suatu aspek kehidupan Manusia yang tidak diatur oleh Islam.
Renungkanlah ………
Hukum Syara’. Ialah hukum-hukum Agama Islam yang merupakan Perintah dan Larangan Allah SWT. dan setiap orang Islam yang mukallaf, yakni yang sudah diberati hukum Syara’ yakni sudah Akil baligh dan ber’akal sehat. Maka wajib baginya untuk mengetahui hukum-hukum tersebut.

HUKUM TERSEBUT TERBAGI KEPADA DUA BAGIAN :
1. Khitabut - Takhlif.
2. Khitabu - Wadh’i.

a) Khitabut-Takhlif. Artinya adalah : Suatu Hukum yang bergantung kepada sebab dan syarat atau Ma ’ani (Cegahan). Misalnya diwajibkan bagi orang Muslim untuk melakukan Sholat Lima Waktu sehari semalam. Disebabkan ia sudah Baligh dan ber'akal sehat. Serta telah masuk Waktu Sholat. Nah … “Waktu” adalah merupakan salah satu syarat dan sebab. Bagi orang Islam wajib melaksanakan Sholat.
Namun … Tidak wajib melaksanakan Sholat bagi Anak-anak kecil yang belum baligh. Dan tidak wa jib bagi Wanita Muslim untuk melaksanakan Sholat, jika ia sedang Mentruasi atau Haidh dan Nifas atau Bersalin. Inilah yang dinamakan "Ma’ani" (mencegah) orang melaksanakan sesuatu, walaupun itu dipandang baik. Namun kurang Rukun dan Syaratnya menurut Syara’. Maka tidak harus dilaksanakan.

b) Khitabut-Wadh’i. Artinya adalah : suatu Hukum Allah yang diletakkan dan ditentukan kepada tiap-tiap Makhluq. Misalnya, ‘Ilmu Allah menetapkan bahwa ikan itu wajib hidupnya adalah di dalam Air. Dan Manusia wajib hidupnya di Daratan.
Dan misalnya kaum Ibu ditetapkan Allah, tempatnya kehamilan dan melahirkan. Demikianlah Allah menetapkan dan menentukan pada diri kaum Ibu sejak dari dahulu hingga sampai yang akan datang.
Demikian pula Allah jadikan dan menetapkan hukumnya pada tiap-tiap diri Manusia. Besar maupun kecil. Tua maupun muda. Laki-laki maupun Wanita. Ditetapkan Allah agar mereka merasa lapar dan haus. Sebab dengan rasa lapar dan haus itu, maka mereka pasti akan membutuhkan untuk makan dan minum.
Namun demikian. Ditetapkan Allah kepada para Malaikat. Allah jadikan mereka dan menetapkan suatu ketetapan bahwa Malaikat tidak pernah merasa lapar atau haus. Dengan sebab itu, maka Malaikat tidak membutuhkan makanan dan minuman.
Demikianlah seterusnya arti dan maksud yang dinamakan dengan “HUKUM” Khitabut-Wadh’i tersebut. Untuk selanjutnya dipersilahkan Tuan-tuan meluaskannya, sesuai dengan ‘ilmu yang ada. Dan sebaiknya kita cari orang yang berpengetahuan yang berkaitan dengan faham Hukum ini. Agar lebih mantap pengetahuan kita.

HUKUM SYAR’I TERBAGI TUJUH BAGIAN
1. Wajib / Fardhu
2. Sunnat
3. Haram
4. Makhruh
5. Mubah / Harus
6. Sah / Shohih
7. Batal / Bathil


1. Wajib / Fardhu.
Adalah merupakan suatu hal yang mesti dilakukan atas diri tiap-tiap orang Muslim. Baik ia Laki-laki maupun Wanita. Wajib/Fardhu, ialah suatu Hukum, apabila dilaksanakan mendapat pahala (balasan baik). Dan jika ditinggalkan, maka mendapat ganjaran Siksa Neraka.
Wajib ada dua macam :
a) Wajib ‘Ain atau Fardhu ‘Ain
Yaitu Wajib dipelajari. Karena ia mengandung wajib yang berat, tiada keringanan. Terkecuali ‘uzur yang sangat, itupun wajib dengan isyarat, atau menggantinya pada hari yang lain, atau bayar Fidhyah. Yaitu pekerjaan wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mukallaf, yaitu : Sholat lima waktu sehari semalam. Puasa pada bulan Ramadhan. Membayar Zakat setelah sampai nisabnya. Dan melaksanakan Ibadah Hajji dan lain sebagainya.
b) Wajib Kifayah
Yaitu pekerjaan wajib dilaksanakan oleh setiap orang Muslim yang mukallaf, tetapi jika sudah ada satu diantara sekian banyak orang yang sanggup melaksanakannya, maka lepaslah kewajiban orang yang lain. Misalnya : Menyelenggarakan Jenazah atau mendirikan Rumah ibadah.

2. Sunnat.
Ialah, suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan mendapat pahala. Dan jika ditinggalkan tidak mendapat Dosa. Tetapi lebih utama dilaksanakan. Karena bisa menambal sulam kekurangan Ibadah kita. Sunnat ini sering juga disebut Mandhub atau Mustahab.
Hukum Sunnat terbagi Empat bagian :
a) Sunnat Hai-at, atau Sunnat ‘Ain.
Yaitu, suatu perbuatan yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh setiap Muslim, seperti Sholat Sunat Rawatib. (yang mendampingi Sholat Fardhu). Sholat Tahajjut, Sholat Tasbih, Sholat Fajar, Sholat Dhuha. Dan Sholat-sholat yang banyak lagi.
b) Sunnat Kifayah.
Yaitu, suatu pekerjaan yang dianjurkan, namun cukup dilaksanakan oleh seorang diantara satu kaum. Misalnya. Memberi salam. Dan urusan Jenazah. Menjawab orang yang bersin, dan lain-lain.
c) Sunnat Mu’aqad.
Yaitu suatu pekerjaan yang tetap dilaksanakan oleh Rasulullah Saw. seperti Sholat Idul Fitri dan Sho lat Idul Adhha dan sebagainya.
d) Sunnat Ghoiru Mu’aqad.
Yaitu segala sunat yang tidak sering dikerjakan oleh Rasulullah Saw. misalnya Puasa pada Tanggal 9 Muharram, yang ingin dilaksanakan oleh Rasul. Namun sebelum sempat Beliau lakukan. Beliau keburu Wafat. Namun para Sahabat melanjutkannya. Berpuasa pada tanggal tersebut.
Keterangan :
Wahai Insan yang ‘Arif ! Bahwasanya di dalam Wajib terkandung Sunnat. Dan di dalam Sunnat terkandung Wajib.
Cobalah perhatikan dengan cermat, agar kita ber’ilmu dalam hal-hal yang kecil ini.
Umpamanya :
Sekiranya kita Berwudhuk. Pada siraman air, itu adalah wajib, sebab jika tak disiram kapan wudhuknya ? Nah … setelah disiram maka kita gosok untuk meratakan air ketempat anggota Wudhuk. Gosok dan meratakan ini adalah sunat. Di dalam Sunnat terkandung wajib, umpamanya : Sudah jelas seseorang melaksanakan Sholat Sunnat, tetapi jika ia meninggalkan Syarat dan Rukun Sholat. Maka sudah pasti Sholatnya akan menjadi tidak Sah. Karena Syarat dan Rukun Sholat itu adalah wajib dilaksanakan dimanapun seseorang melaksanakan Sholat.
Tidak perduli itu Sholat Sunnat atau Sholat Wajib. Seperti wajib Berwudhuk. Wajib menghadap Qiblat. Wajib Rukuk dan Sujud. Wajib Thomakninah. Wajib Salam. Demikian seterusnya.

3. Haram.
Ialah suatu Larangan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan balasannya adalah Surga. Dan jika dilakukan, maka mendapat ganjaran siksa di Neraka. Sebab setiap pelanggaran dari perbuatan yang dilarang itu, dinamakan perbuatan Ma’siat dan Dosa, antara lain seperti :
- Minum Arak atau yang memabukkan.
- Melacur / Berzina.
- Membunuh.
- Menyabung / Main Judi. / Berjudi.
- Membohong / Berdusta.
- Menipu. Mencuri atau Merampok
- Mengupat. Mencaci.
Dan semua Makanan dan Minuman yang bisa menghilangkan akal sehat karena mabok atau jadi teler. Dengan sanksi, jika seorang Muslim Mati, tetapi belum sempat bertaubat. Menurut Hukum Syara’ ia akan tersiksa oleh Dosa-dosa yang telah diperbuatnya.

4. Makruh.
Ialah sesuatu yang dibenci didalam Agama Islam. Tetapi tidak berdosa siapa yang melaksanakannya. Namun diberi pahala jika ditinggalkan, seperti, memakan makanan yang membuat mulut berbau, umapamanya Bawang putih. Jengkol. Dan Petai, serta Merokok dan lain sebagainya.

5. Mubah/Harus.
Pada Syara’. Ialah sesuatu pekerjaan yang boleh dilakukan, dan boleh ditinggalkan. Jika ditinggalkan tidak berdosa. Dan jika dikerjakan tidak berpahala, misalnya Minum Kopi. Minum Teh, atau yang tidak terlarang lainnya. Mubah ini dinamakan juga Halal / Jais.
Namun … Kadang-kadang yang harus itu, bisa menjadi Sunnat. Umpamanya, kita makan tetapi diniatkan demi menguatkan tubuh agar lebih giat beribadah kepada Allah. Atau ketika kita berpakaian yang bagus, tetapi diniatkan untuk menambah bersihnya Hati dalam beribadah kepada Allah. Bukan untuk ria dan angkuh serta menunjukkan ketinggian hati dalam berpakaian, dan lain sebagainya.

6. S a h.
Artinya pada Syara’ ialah : Lengkap Rukun dan Syaratnya didalam melaksanakan setiap Fardhu, umpamanya Sholat. Puasa. Zakat. Haji. Termasuk mengambil Wudhu’. Dan lain sebagainya.

7. Batal.
Arti Batal pada Syara’ ialah : Rusak ‘amal perbuatan seseorang apabila kurang Syarat dan Rukun yang diwajibkan atas pelaksanaan tersebut. Wahai Insan ! Semua perbuatan pada Syara’ itu ada Syarat dan Rukunnya. Misalnya, apabila seseorang mau menikah, setelah di hadapan Tuan Qadhi tetapi masih ada kurang Syarat dan Rukun Nikah, maka Insya Allah acara pernikahan tersebut akan menjadi batal dengan sendirinya. Untuk itu semua. Datanglah wajibnya bagi kita untuk mengetahui ‘Ilmunya.

2. HUKUM ‘ADI. (HUKUM ADAT)
Hukum ‘Adi atau Hukum Adat. Ialah menetapkan sesuatu bagi sesuatu yang lain, atau menolak sesuatu karena sesuatu itu ada. Dengan berulang-ulang. Kita katakan berlawanan. Namun ia akan memberi bekas antara salah satu dengan yang lain.
ADAPUN HUKUM ADAT ITU TERBAGI DALAM EMPAT BAGIAN :
1. Pertautan / perhubungan “Ada dengan Ada”.
Misalnya “Ada-nya terasa kenyang” “berhubung dengan Ada-nya makanan dalam Perut tersebut”. Dan misalnya “Ada-nya rasa pusing di kepala”. Berhubung Ada-nya penyakit didalam kepala tersebut”. Dan seterusnya kembangkanlah.
2. Pertautan/perhubungan “Tiada dengan Tiada”.
Misalnya “ke-Tiadaan suatu hal berhubung dengan ke-Tiadaan suatu hal yang lain”, seperti : “Tidak ada rasa kenyang”. “Berhubung dengan Tidak ada makanan didalam perut” Dan seterusnya.
3. Pertautan/perhubungan antara “Tiada dengan Ada”.
Misalnya:
a) Tiada makan. Tetapi Ada terasa kenyang.
b) Tiada Mendung. Tetapi Ada turun Hujan.
c) Tiada dibakar. Tetapi Ada terlihat hangus.
4. Pertautan/perhubungan antara“Ada dengan Tiada”.
Misalnya :
a) Ada makan. Tetapi Tiada terasa kenyang.
b) Ada Mendung. Tetapi Tiada Hujan.
c) Ada dibakar. Tetapi Tiada hangus ?
Dan seterusnya kembangkanlah ………
Demikianlah seterusnya kita kembangluaskan sesuai dengan IQ masing-masing, untuk selanjutnya, menjadilah ia suatu ‘ilmu, serta bisa memudahkan untuk menelusuri ‘ilmu Tauhid. Sehingga menumbuhkan rasa Haqqul Yakin kepada Allah SWT.
Dan perlu kita perhatikan, karena seringnya kita lihat
Adat Api adalah Membakar.
Adat Air adalah Membasahi.
Adat Angin adalah Bertiup dingin.
Adat Bumi adalah Memberi tempat tumbuh segala tumbuhan.
Namun nyata memberi bekas kepada makhluq. Lalu lihat pertumbuhan manusia terdiri dari
Saripati Tanah.
Saripati Air.
Saripati Api.
Saripati Angin.
Dua sifat yang berlawanan, karena sifat Air berlawanan dengan sifat Api. Dan sifat Angin diatas. Namun sifat Bumi dibawah. Ke-empat unsur yang berlawanan. Namun Allah sanggup menyatukan mereka didalam satu wadah.

3. HUKUM ‘AQLI (HUKUM ‘AKAL)
Yang dimaksud dengan ‘Aqli ialah Hukum Akal. Sesungguhnya yang dinamakan Akal yang sempurna, ialah suatu cahaya yang gemilang dan terletak didalam Hati orang Mukmin.
Maka dengan Akal yang jernih itu. Orang Mukmin akan dapat mengetahui apa yang dinamakan ,‘Ilmu Dhoruri”. Yaitu suatu cabang ‘ilmu yang tidak memerlukan Dalil-dalil atau keterangan lagi. Dan disebabkan oleh Akal itu pula. Orang Mukmin akan dapat mengetahui ,,‘Ilmu Nazhori”. Yaitu suatu ‘Ilmu yang memerlukan Dalil maupun keterangan-keterangan yang akurat dan lengkap.
Arti hukum Akal itu, adalah menetapkan sesuatu keadaan untuk adanya sesuatu. Atau mentiadakan sesuatu. Karena tiadanya sesuatu itu.
Misalnya, Tidak mungkin Ada sebuah Rumah. Jika tidak ada Tukang pembuat Rumah tersebut. Maka jatuhlah hukum mustahil adanya. Karena tidak mungkin Rumah itu bisa membentuk dirinya sendiri.
Demikian pula sehelai kain. Tidak mungkin akan bisa menjadi Baju dengan sendirinya. Jika tidak ada pemotong dan Tukang penjahit Baju tersebut. Demikianlah suatu contoh pengambilan hukum. Dan Qiyaskanlah ia hingga selanjutnya menjadi berkembang pengertiannya. Kemudian menjadi suata cabang ‘ilmu yang sangat penting bagi Masyarakat Dunia.

Hukum Akal terbagi tiga :
Wajib
Yaitu. Barang yang tidak dapat diterima oleh akal akan tidak Adanya. Misalnya Allah itu wajib
Ada-Nya. Atau misalnya seseorang yang hidup wajib ada Nyawanya. Sekiranya tidak bernyawa. Maka sudah pasti ia tidak akan hidup alias mati.
Mustahil
Yaitu. Barang yang tidak bisa diterima akal akan adanya. Misalnya “Mustahil Allah tidak ada”.
Atau misalnya : Seorang Anak yang melahirkan Ibunya. Bukankah ini Mustahil ???
Jaiz
Yaitu. Barang yang harus (mungkin) saja ada atau tidak adanya. Misalnya : Ada Seorang Ibu melahirkan Anak kembar sebanyak 12 orang. Kejadian seperti ini. Boleh saja terjadi Boleh saja tidak.

Yang tertera diatas adalah contoh pengambilan pada Hukum Akal. Dan diharapkan kepada pembaca agar bisa mengembangkannya jauh lebih luas lagi, sehingga ia benar-benar bisa menjadi pelajaran yang mendalam demi kebaikan bagi Manusia.
Maka, manakala orang mengatakan : Wajib atas tiap tiap Mukallaf. Maksudnya adalah Wajib pada Hukum Syar’i, yaitu menurut Hukum Syara’.
Dan jika orang mengatakan : Wajib bagi Allah dan Rasul-Nya. Maka maksudnya adalah Wajib ‘Aqli, yaitu wajib pada Hukum Akal.
Dan jika orang mengatakan : Wajib bagi Makhluq. Maksudnya adalah wajib pada hukum ‘Adi atau Hukum Adat. Dan seterusnya…

Posted by Qolbiah Weblog

Selasa, 05 Agustus 2008

definisi ushul feqih

. Ushul; bentuk jamak dari kata ashl yang bermakna sesuatu yang dibangun di atasnya sesuatu yang lain. Contoh Ashlul Bait artinya adalah pondasi rumah dan ashlusy Syajarah artinya adalah akar pohon. Allah berfirman: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit” (QS. Ibrahim : 24)2. Fiqih; yang dalam bahasa berarti faham, sebagaimana firman Allah:“dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku” (QS. Toha : 27-2 Fiqih dalam pengertian syar’iy bermakna:Pengetahuan mengenai hukum syar’i yang bersifat amaliyah dengan dalilnya yang terperinci
Makna Ushul Fiqih
Ushul fiqih jika lafazh ini disatukan, maka dia adalah nama dari suatu disiplin ilmu agama yang berarti:
Ilmu yang membahas dalil-dalil syar’i (kaidah) yang global dan cara mengambil hukum dari dalil-dalil (kaidah) tersebut serta keadaan orang yang mengambil hukum itu (para ulama).
Manfaat Ushul Fiqih
Ushul fiqih merupakan ilmu yang sangat bermanfaat yang memungkinkan bagi para ulama mujtahid untuk mengambil kesimpulan hukum langsung dari dalil-dalil syar’i dengan metode yang tepat.
Filed under: STUDI ISLAM, Ushul Fiqih
« Definisi Mustolah Hadits Sejarah Munculnya Ilmu Ushul Fiqih »
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.
Cyber Media Studi Islam
Weblog ini dibangun untuk meningkatkan pemahaman Islam bagi kuam muslimin dengan cara yang mudah dan interaktif, jika anda mendapati kesalahan mohon kritisinya. Wassalam Marzuki MN
Kalender
February 2008
M
T
W
T
F
S
S

Blogroll
Kumpulan Situs Islam
Kumpulan Situs Islam
Situs Ulama
Universitas Islam
A s i a
LIPIA
Ma’had Utsman bin Affan Jakarta
Timur Tengah
Arsip
June 2008 (1)
March 2008 (21)
February 2008 (3)
January 2008 (10)
Pengunjung
2,447 Hits
Blog at WordPress.com. Theme: Digg 3 Column by WP Designer
_qmeta="qc:adt=0;bti=CYBER+MEDIA+STUDI+ISLAM;lan=en;dat=20080201;pti=Definis+Ushul+Fiqih;own=marzokey";_qacct="p-18-mFEk4J448M";quantserve();
st_go({'blog':'2572889','v':'wpcom','post':'26','subd':'marzokey'});
ex_go({'crypt':'D6%7C%2CY1mqyKF%5D3f259Go2GMCBR3uf_P%5Bb3RtpXs7qT3wY%5BMIFEWBmq1J6E1W%5B%2B6B6gCfdwmt-wQ_wH4LCfCH3i%2Bv8.%7E%2C%2Cll59tSB8L%2FB8lnEcw6d8vxdr%25g7N%3D%2F%2BjGYgKTCB2-%7CSs%2C'});
addLoadEvent(function(){linktracker_init(2572889,26);});


Fiqh merupakan salah satu disiplin ilmu Islam yang bisa menjadi teropong keindahan dan kesempurnaan Islam. Dinamika pendapat yang terjadi diantara para fuqoha menunjukkan betapa Islam memberikan kelapangan terhadap akal untuk kreativitas dan berijtihad. Sebagaimana qaidah-qaidah fiqh dan prinsif-prinsif Syari'ah yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lima aksioma, yakni; Agama, akal, jiwa, harta dan keturunan menunjukkan betapa ajaran ini memiliki filosofi dan tujuan yang jelas, sehingga layak untuk exis sampai akhir zaman.

Pengertian FiqhFiqh menurut EtimologiFiqh menurut bahasa berarti; faham, sebagaimana firman Allah SWT:"Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka memahami perkataanku." ( Thaha:27-28)Pengertian fiqh seperti diatas, juga tertera dalam ayat lain, seperti; Surah Hud: 91, Surah At Taubah: 122, Surah An Nisa: 78
Fiqh dalam terminologi IslamDalam terminologi Islam, fiqh mengalami proses penyempitan makna; apa yang dipahami oleh generasi awal umat ini berbeda dengan apa yang populer di genersi kemudian, karenanya kita perlu kemukakan pengertian fiqh menurut versi masing-masing generasi;
Pengertian fiqh dalam terminologi generasi AwalDalam pemahaman generasi-generasi awal umat Islam (zaman Sahabat, Tabi'in dst.), fiqh berarti pemahaman yang mendalam terhadap Islam secara utuh, sebagaimana tersebut dalam Atsar-atsar berikut, diantaranya sabda Rasulullah SAW:"Mudah-mudahan Allah memuliakan orang yang mendengar suatu hadist dariku, maka ia menghapalkannya kemuadian menyampaikannya (kepada yang lain), karena banyak orang yang menyampaikan fiqh (pengetahuan tentang Islam) kepada orang yang lebih menguasainya dan banyak orang yang menyandang fiqh (tetapi) dia bukan seorang Faqih." (HR Abu Daud, At Tirmdzi, An Nasai dan Ibnu Majah)Ketika mendo'akan Ibnu Abbas, Rasulullah SAW berkata:"Ya Allah, berikan kepadanya pemahaman dalam agama dan ajarkanlah kepadanya tafsir." (HR Bukhari Muslim)Dalam penggalan cerita Anas bin Malik tentang beredarnya isu bahwa Rasulullah SAW telah bersikap tidak adil dalam membagikan rampasan perang Thaif, ia berkata:"Para ahli fiqihnya berkata kepadanya: Adapun para cendekiawan kami, Wahai Rasulullah ! tidak pernah mengatakan apapun." (HR Bukhari)Dan ketika Umar bin Khattab bermaksud untuk menyampaikan khutbah yang penting pada para jama'ah haji, Abdurrahman bin Auf mengusulkan untuk menundanya, karena dikalangan jama'ah bercampur sembarang orang, ia berkata: "Khususkan (saja) kepada para fuqoha (cendekiawan)." (HR Bukhari)

Makna fiqh yang universal seperti diatas itulah yang difahami generasi sahabat, tabi'in dan beberapa generasi sesudahnya, sehingga Imam Abu Hanifah memberi judul salah satu buku akidahnya dengan "al Fiqh al Akbar." Istilah fuqoha dari pengertian fiqih diatas berbeda dengan makna istilah Qurra sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun, karena dalam suatu hadist ternyata kedua istilah ini dibedakan, Rasulullah SAW bersabda:"Dan akan datang pada manusia suatu zaman dimana para faqihnya sedikit sedangkan Qurranya banyak; mereka menghafal huruf-huruf al Qur'an dan menyia-nyiakan norma-normanya, (pada masa itu) banyak orang yang meminta tetapi sedikit yang memberi, mereka memanjangkan khutbah dan memendekkan sholat, serta memperturutkan hawa nafsunya sebelum beramal." (HR Malik)Lebih jauh tentang pengertian Fiqh seperti disebutkan diatas, Shadru al Syari'ah Ubaidillah bin Mas'ud menyebutkan: "Istilah fiqh menurut generasi pertama identik atas ilmu akhirat dan pengetahuan tentang seluk beluk kejiwaan, sikap cenderung kepada akhirat dan meremehkan dunia, dan aku tidak mengatakan (kalau) fiqh itu sejak awal hanya mencakup fatwa dan (urusan) hukum-hukum yang dhahir saja." Demikian juga Ibnu Abidin, beliau berkata: "Yang dimaksud Fuqaha adalah orang-orang yang mengetahuai hukum-hukum Allah dalam i'tikad dan praktek, karenanya penamaan ilmu furu' sebagai fiqh adalah sesuatu yang baru." Definisi tersebut diperkuat dengan perkataan al Imam al Hasan al Bashri: "Orang faqih itu adalah yang berpaling dari dunia, menginginkan akhirat, memahami agamanya, konsisten beribadah kepada Tuhannya, bersikap wara', menahan diri dari privasi kaum muslimin, ta'afuf terhadap harta orang dan senantiasa menasihati jama'ahnya." Pengertian fiqh dalam terminologi MutaakhirinDalam terminologi mutakhirin, Fiqh adalah Ilmu furu' yaitu:"mengetahui hukum Syara' yang bersipat amaliah dari dalil-dalilnya yang rinci.Syarah/penjelasan definisi ini adalah:- Hukum Syara': Hukum yang diambil yang diambil dari Syara'(Al-Qur'an dan As-Sunnah), seperti; Wajib, Sunah, Haram, Makruh dan Mubah.- Yang bersifat amaliah: bukan yang berkaitan dengan aqidah dan kejiwaan.- Dalil-dali yang rinci: seperti; dalil wajibnya sholat adalah "wa Aqiimus sholaah", bukan kaidah-kaidah umum seperti kaidah Ushul Fiqh. Dengan definisi diatas, fiqh tidak hanya mencakup hukum syara' yang bersifat dharuriah (aksiomatik), seperti; wajibnya sholat lima waktu, haramnya hamr, dsb. Tetapi juga mencakup hukum-hukum yang dhanny, seperti; apakah menyentuh wanita itu membatalkan wudhu atau tidak? Apakah yang harus dihapus dalam wudhu itu seluruh kepala atau cukup sebagiannya saja?Lebih spesifik lagi, para ahli hukum dan undang-undang Islam memberikan definisi fiqh dengan; Ilmu khusus tentang hukum-hukum syara' yang furu dengan berlandaskan hujjah dan argumen. Hubungan Fiqh dan Syari'ahSetelah dijelaskan pengertian fiqh dalam terminologi mutakhirin yang kemudian populer sekarang, dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan antar Fiqh dan Syari'ah adalah:Bahwa ada kecocokan antara Fiqh dan Syari'ah dalam satu sisi, namun masing-masing memiliki cakupan yang lebih luas dari yang lainnya dalam sisi yang lain, hubungan seperti ini dalam ilmu mantiq disebut "'umumun khususun min wajhin" yakni; Fiqh identik dengan Syari'ah dalam hasil-hasil ijtihad mujtahid yang benar. Sementara pada sisi yang lain Fiqh lebih luas, karena pembahasannya mencakup hasil-hasil ijtihad mujtahid yang salah, sementara Syari'ah lebih luas dari Fiqh karena bukan hanya mencakup hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah amaliah saja, tetapi juga aqidah, akhlak dan kisah-kisah umat terdahulu.Syariah sangat lengkap; tidak hanya berisikan dalil-dalil furu', tetapi mencakup kaidah-kaidah umum dan prinsif-prinsif dasar dari hukum syara, seperti; Ushul al Fiqh dan al Qawa'id al Fiqhiyyah.Syari'ah lebih universal dari Fiqh.Syari'ah wajib dilaksanakan oleh seluruh umat manusia sehingga kita wajib mendakwahkannya, sementara fiqh seorang Imam tidak demikian halnya.Syari'ah seluruhnya pasti benar, berbeda dengan fiqh.Syari'ah kekal abdi, sementara fiqh seorang Imam sangat mungkin berubah. Patokan-patokan dalam FiqhDalam mempelajari fiqh, Islam telah meletakkan patokan-patokan umum guna menjadi pedoman bagi kaum muslimin, yaitu :Melarang membahas peristiwa yang belum terjadi sampai ia terjadi.Sebagaimana Firman Allah Ta'ala : "Hai orang-orang yang beriman ! janganlah kamu menanyakan semua perkara, karena bila diterangkan padamu, nanti kamu akan jadi kecewa ! tapi jika kamu menayakan itu ketika turunnya al-qur'an tentulah kamu akan diberi penjelasan. Kesalahanmu itu telah diampuni oleh Allah dan Allah maha pengampunlagi penyayang." (Q. S. Al-Maidah: 101)Dan dalam sebuah hadits ada tersebut bahwa Nabi Saw. telah melarang mempertanyakan "Aqhluthath" yakni masalah-masalah yang belum lagi terjadi. Menjauhi banyak tanya dan masalah-masalah pelik.Dalam sebuah hadits di katakan: "Sesungguhnya Allah membenci banyak debat, banyak tanya, dan menyia-nyiakan harta.""Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban maka janganlah disia-siakan, dan telah menggariskan undang-undang, maka jangan dilampui, mengaharamkan beberapa larangan maka jangan dlannggar, serta mendiamkan beberapa perkara bukan karena lupa untuk menjadi rahmat bagimu, maka janganlah dibangkit-bangkit!""Orang yang paling besar dosanya ialah orang yang menanyakan suatu hal yang mulanya tidak haram, kemudian diharamkan dengan sebab pertanyaan itu."Menghindarkan pertikaian dan perpecahan didalam agama.Sebagaimana Firman Allah Ta'ala:"Hendaklah kamu sekalian berpegang teguh pada tali Allah dan jangan berpecah belah !" (Q. S. Ali Imran: 103). Dan firmanNya : "Janganlah kamu berbantah-bantahan dan jangan saling rebutan, nanti kamu gagal dan hilang pengaruh!" (Q. S. Al-Anfal 46). Dan firmanNya lagi : "Dan janganlah kamu seperti halnya orang-orang yang berpecah-belah dan bersilang sengketa demi setelah mereka menerima keterangan-keterangan! dan bagi mereka itu disediakan siksa yang dahsyat." (Q. S. Ali Imran 105)Mengembalikan masalah-masalah yang dipertikaikan kepada Kitab dan sunah. Berdasarkan firman Allah SWT: "Maka jika kamu berselisih tentang sesuatu perkara, kembalilah kepada Allah dan Rasul." (Q. S. An-Nisa 9). Dan firman-Nya: "Dan apa-apa yang kamu perselisihkan tentang sesuatu maka hukumnya kepada Allah." (Q. S. Asy- Syuro: 10). Hal demikian itu, karena soal-soal keagamaan telah diterangkan oleh Al-qur'an, sebagaimana firman Allah SWT:"Dan kami turunkan Kitab Suci Al-qur'an untuk menerangkan segala sesuatu." (QS. An-Nahl 89). Begitu juga dalam surah: Al-An'am 38, An-Nahl 44 dan An-Nisa 105, Allah telah menjelaskan keuniversalan al Qur'an terhadap berbagai masalah kehidupan. Sehingga dengan demikian sempurnalah ajaran Islam dan tidak ada lagi alasan untuk berpaling kepada selainnya. Allah SWT berfirman : "Pada hari ini telah Ku sempurnakan bagimu agamamu, telah Ku cukupkan ni'mat karunia-Ku dan telah Ku Ridhoi Islam sebagai agamamu." (Q. S. Al Maidah: 5). Dan firman Allah SWT:"Tidak ! Demi Tuhan ! mereka belum lagi beriman, sampai bertahkim padamu tentang soal-soal yang mereka perbantahkan kemudian tidak merasa keberatan didalam hati menerima putusanmu, hanya mereka serahkan bulat-bulat kepadamu." (Q. S. An-Nisa: 66) Pembahasan ini, Insya Allah akan bersambung pada judul "Sejarah Perkembangan Fiqh dan Meredupnya." (pent.)Oleh: Jajat Sudrajat, LcSumber: Aldakwah alislam.or.id
Masuk
"lebih dekat dengan 'ulama, lebih selamat dalam beragama"

Halaman: [1] Naik
Cetak
%body% ';
// And this is the replacement for the subject.
var smf_template_subject_edit = '';
// Restore the message to this after editing.
var smf_template_body_normal = '%body%';
var smf_template_subject_normal = '%subject%';
var smf_template_top_subject = "Topik: %subject% (Baca 351 kali)"
if (window.XMLHttpRequest)
showModifyButtons();
// ]]>
Komunitas DUDUNG.NET » TOPIK ISLAMI » Fiqih Islam (Moderator: fahmie ahmad) » Topik: Definisi Fiqih
« sebelumnya berikutnya »

Lompat ke: 0 && this.options[this.selectedIndex].value) window.location.href = smf_scripturl + this.options[this.selectedIndex].value.substr(smf_scripturl.indexOf('?') == -1 this.options[this.selectedIndex].value.substr(0, 1) != '?' ? 0 : 1);" name=jumpto> Silahkan pilih tujuan: ----------------------------- Backend DUDUNG.NET ----------------------------- => Peraturan dan Etika Posting => Jaket DUDUNG.NET => Kritik, Saran & Pertanyaan ----------------------------- TOPIK UMUM ----------------------------- => Silaturahmi => Obrolan Ummat => Berita & Politik => Freedom of Speech => Cerita Lucu => Televisi dan Media Lainnya => KARIR & LOWONGAN KERJA => Agenda Kegiatan ----------------------------- TOPIK ISLAMI ----------------------------- => Artikel Pilihan => Aqidah & Akhlaq => Fiqih Islam => Kajian Quran dan Hadits => Jilbab => Suami & Istri Sholehah => Gaul dan gaya hidup Islami ----------------------------- Heart to heart ----------------------------- => Puisi => Dear diary... => Cinta oh cinta... => Cita-cita => Tetap Semangat !!! ----------------------------- RUMAHKU SURGAKU ----------------------------- => Jodoh & Pernikahan => Bina Keluarga => Kesehatan & Perawatan Diri => Pendidikan ----------------------------- HOBBY ----------------------------- => Music => Movies => Sports => Kuliner => Tanaman => Traveling => Referensi Buku => OTOMOTIF => SHOPPING => Other Hobbies ----------------------------- E-Life Style ----------------------------- => BLOG => Tutorial => Games => Hardware, Software dan Networking => Internet, Website & Web Developer => Forum PONSEL, PDA & Operator Telekomunikasi
Powered by SMF 1.1.4 SMF © 2006-2007, Simple Machines LLC Azure design by Bloc XHTML CSS

PERBEDAAN DEFINISI ANTARA FIQH DAN USHUL-FIQHDasar Ahkam Syar'iyyah Islam : Al-Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma’ dan al-Qiyas.FIQH :1. Ilmu tentang ahkam syar’iyyah Islam mengenai perbuatan manusia yg diambil dari dalil2 secara tafshili (detail).2. Kodifikasi ahkam syar’iyyah Islam tentang perbuatan manusia yg diambil berdasarkan dalil2 secara detail.
USHUL FIQH :
a.Ilmu tentang kaidah & pembahasan yang dijadikan acuan dalam penetapan ahkam syar’iyyah mengenai perbuatan manusia berdasarkan dalil2 yang terinci.

b.Kumpulan kaidah2 & pembahasan2 yang dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan ahkam syar’iyyah tentang perbuatan manusia berdasarkan dalil2 yang terinci.

Dari kedua definisi di atas nampak perbedaan obyek kajian antara kedua ilmu tsb ;
Fiqh membicarakan perbuatan manusia dari dalil2 yang detil (terperinci) artinya langsung pada perbuatannya & langsung dalil2nya untuk setiap perbuatan tsb, sementara ushul-fiqh membicarakan tentang kaidah2 acuan untuk perbuatan manusia tsb, artinya pedoman2 yang akan dijadikan acuan untuk penetapan dalil tsb.
Fiqh merupakan kumpulan ilmu & hukum2 tentang setiap perbuatan manusia yang langsung berkaitan dengan aspek2 khusus, sementara ushul fiqh membicarakan ilmu & hukum2 tentang acuan untuk pengambilan (istinbath) hukum2 fiqh secara umum. Jadi jika di dalam fiqh dibicarakan bagaimana hukum hudud (pidana islam), ijarah (sewa-menyewa), wakaf , dsb ; maka dalam ushul-fiqh dijelaskan tentang bagaimana hukum tsb bisa termasuk amar (perintah), nahyu (larangan), 'aam (umum), muthlaq (menyeluruh), dsb.
#FIQH : Obyek Fiqh adalah perbuatan mukallaf (muslim/ah yg sudah baligh) dilihat dr sisi ketetapan ahkam-syar’iyyahnya, spt : bagaimana hukum2 untuk seorang muslim/ah melakukan Ijarah, wakalah, hudud, wakaf, dsb.
#USHUL FIQH : Obyek Ushul-Fiqh adalah dalil2 syar’i scr umum dilihat dr sisi ketetapan hukumnya scr umum, spt : qiyas & apa argumentasinya, mana dalil2 yg bersifat/menunjukkan hukum2 ‘aam (umum) & mana yg khash (khusus), mana dalil2 yg bersifat muthlaq (menyeluruh) & mana yg muqayyad (terbatas), mana dalil2 yg menunjukkan shighat-amr (perintah) & shighat2 yg menunjukkan nahyu (larangan), dst.Sehinggga tersusunlah kaidah2-ushuliyyah (kaidah2 dlm ilmu suhul fiqh) spt :
- AL-AMR LIL IJAB : Bahwa perintah itu menunjukkan wajib, spt contoh kasus fiqhnya pada QS 5/1 (memenuhi janji adalah wajib).
- AN-NAHYU LIT TAHRIM : Bahwa larangan itu menunjukkan haram, seperti contoh kasus fiqhnya pada QS 49/11 (tentang mengolok2 suatu kaum adalah haram).
- AL-AM YANTAZHIMU JAMI’A AFRADIHI QATH’AN (Bentuk umum mengumpulkan seluruh dalilnya menjadi umum secara qath’i), seperti contoh kasus fiqhnya pada QS 4/23 (haramnya menikahi semua ibu secara umum).
- AL-MUTHLAQU YADULLU ‘ALAL FARDISY SYA’I BIGHAIRI QAYYID (Bentuk muthlaq menunjukkan pengertian umum yang tak terbatas), seperti contoh kasus fiqhnya pada QS 58/3 (kafarat zhihar adalah dengan memerdekakan budak secara muthlaq, baik budak tsb muslim atau kafir).
DALIL KULLI & JUZ’I SERTA HUKUM KULLI & JUZ’I :
DALIL KULLI & JUZ’I : Dalil kulli adalah bentuk 'aam dari beberapa dalil yang tercakup di dalamnya, yaitu bermacam2 dalil juz’i seperti al-amr, an-nahyu, al-aam, al-muthlaq, ijma sharih, ijma sukuti & qiyas yang terdapat nash dalam illat-nya lalu diambil istinbath hukum. Seperti contohnya shighat amr adalah dalil kulli, karena didalamnya terdapat semua bentuk amr yang bersifat juz’i (seperti nash dalam bentuk amr), shighat nahyi adalah dalil kulli karena didalamnya terdapat semua bentuk nahyi yang bersifat juz’i (seperti nash dalam bentuk nahyi).
HUKUM KULLI & JUZ’I : Hukum kulli adalah bentuk aam dari semua hukum yang darinya melahirkan bermacam2 hukum juz’i seperti ijab, tahrim, shihhah dan buthlan. Seperti contohnya wajib adalah hukum kulli, karena didalamnya tercakup hukum2 juz'i seperti wajib memenuhi janji, melaksanakan shalat, menghadiri undangan, dsb. Demikian pula tahrim (haram) juga hukum kulli karena didalamnya tercakup hukum2 juz'i seperti haram berzina, mencuri, mengkhianati amanah, dsb.
Ulama2 ahli ushul tidak membicarakan dalil2 & hukum2 juz’iyyah, maka mereka menyusun kaidah2 yang bersifat kulliyyah sebagai dalil2 yang memandu ulama2 fiqh supaya mengeluarkan dalil2 juz’inya & agar menghasilkan hukum2 fiqh juz'inya.ألغاية المقصودة بهماTUJUAN MEMPELAJARI FIQH & USHUL FIQH :
FIQH : Menerapkan hukum syariat Islam atas semua tindakan & ucapan manusia, sehingga ia merupakan rujukan seorang qadhi untuk menghukum & mufti untuk berfatwa & mukallaf untuk melaksanakan hukum syariat.
USHUL FIQH : Menerapkan kaidah2 untuk menghasilkan hukum syariat yang diambil dari dalil2 tsb, sehingga bisa diistinbathkan qiyas, istihsan atau istishhab untuk hal yang tidak ada nash-nya, atau mengkomparasikan antara berbagai madzhab tentang suatu masalah.
نشأة كل منها وتطوره
SEJARAH USHUL FIQH :- Mulai abad 2-H oleh Abu Yusuf dari mazhab Hanafi (Ibnu Nadim dalam Fahrasat), tapi tidak sampai pada kita.
- Syafi’i dengan ar-Risalah (Risalah Ushuliyyah), yang dilanjutkan pengikutnya ar-Rabi’ al-Muradi.
- Al-Mustashfa oleh Ghazali, al-Ahkam oleh al-Amidi, al-Minjah oleh al-Baidhawy. (Syafi’iyyah).
- Ushul Fiqh oleh ad-Dabbusy, Fakhrul Islam oleh al-Bazdawy, al-Manar oleh an-Nasafy. (Hanafiyyah).
- Badi’un Nizham (Fakhrul Islam + al-Ahkam), at-Tahrir oleh Ibnu Hammam, Jami’ul Jawami’ oleh as-Subky. (metode gabungan).
- Irsyadul Fuhul oleh Asy-Syaukani, Tashi’il wushul ila ‘ilmuil ushul oleh al-Mahlawy.Bogor, Jum’at, 20 Mei 2005____________________________________
Sekilas tentang penyaji
Nabiel Fuad Almusawa, Ir. M.Si, adalah:- Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Djuanda Bogor.- Dosen Fakultas Teknik Industri Universitas Mercu Buana Jakarta.- Sejak 1995 Da’i Resmi The World Assembly of Moslem Youth (WAMY) Jakarta.- Sejak th 1999 menjabat Anggota MUI Kabupaten Cianjur.- Sejak th 2000 menjabat pengurus Ikatan Sosiologi Indonesia cabang Bogor.
Last Updated ( Tuesday, 30 January 2007 )
<>

Next >
[ Back ]
© 2008 Indonesian Muslim Society in America - Sisters (IMSA Sisters)
Joomla! is Free Software released under the GNU/GPL License.